*** SELAMAT DATANG DI BLOG - DESA TUABATU - KAB TALAUD ***

Kamis, 23 Agustus 2012

Burung Nuri TALAUD - SAMPIRI

SAMPIRI :

Sampiri (Nuri Talaud)

Burung yang memiliki bulu berwarna-warni ini dikenal dengan kecantikannya. Keluarga burung berparuh bengkok ini dapat ditemukan dikawasan kepulauan terluar indonesia tepatnya di Kepulauan Sangihe Talaud, burung yang terkenal karena kecantikan warna bulu-bulunya ini memiliki postur tubuh sedang, namun kokoh. Kepalanya besar dengan paruh besar dan berkait. kakinya kuat dan lincah dengan jari yang menghadap ke belakang. Tentu saja, jika diperhatikan, burung ini selain cantik juga gagah. Burung pemakan buah-buahan, biji-bijian ini sangat suka membuat sarang di lubang-lubang yang ada di pohon. Kemampuan terbangnya sangat cepat, suaranya yang tajam dan keras mampu membuat siapa pun berpaling untuk memperhatikan keindahannya.

Burung nuri memiliki beberapa spesies, namun yang terkenal adalah nuri pelangi. Pulau Maluku memiliki beberapa pulau kecil yang didiami oleh nuri pelangi, beberapa daerah pun menjadi daerah penyebaran spesiesnya diantaranya Sumbawa, Papua Barat, Flores, dan Lombok. Burung cantik yang dikenal dengan nama burung kasturi, ekornya yang agak bersudut merupakan ciri khas burung ini, selain itu para kolektor sangat menyukai warnanya yang indah dan cantik.
Burung nuri pelangi memiliki sisik-sisik di bagian bawah bulunya. Hal itulah yang membuat warnaya menjadi semakin cantik. Burung nuri pelangi sangat suka terbang berbarengan dengan kelompoknya. Saat terbang bersama biasanya mengeluarkan suara yang sangat ramai. Selain burung nuri pelangi, burung nuri jenis lain yang sangat cantik yaitu; burung nuri merah kepala biru, ada juga nuri merah yang memiliki bulu-bulu berwarna merah, namun berwarna kepala hitam. Dan yang tidak kalah cantik, yaitu burung nuri berwarna hijau dan kuning.


Ada juga nuri yang memiliki sayap hitam bahkan yang berwarna hitam. Sayangnya, saat ini burung nuri yang terkenal dengan kecantikan dan keindahan warna bulunya sudah hampir punah. Hal ini disebabkan oleha habitat tempat tinggalnya yang rusak, hutan-hutan tempat tingggal yang ditebangi pohon-pohonnya sehingga burung ini kehilangan tempat tinggal. Selain itu, burung nuri banyak ditangkapi oleh pemburu untuk dijadikan hewan peliharaan dan ada juga yang menjualnya ke negara - negara tetangga seperti filipina. Tentu saja, hal ini dikarenakan banyak sekali yang menyukai burung ini.


Nuri Talaud (SAMPIRI)
Saat ini, tak kurang 119 jenis burung di Indonesia terancam punah. Penyebabnya adalah perburuan, perdagangan liar dan kerusakan habitat. Pada hal Indonesia merupakan habitat lebih dari 1500 jenis burung.

Dari 119 jenis yang terancam punah, terdapat lima jenis burung yang sudah sangat kritis karena terancam punah. Burung-burung dimaksud adalah Nuri Talaud (Eos histrio), Kakaktua Kecil Jambul Kuning (Cacatua sulphurea), Kakatua Seram (Cacatua Moluccansis), Jalak Bali (Leucopsar rothchildi), Trulek Jawa (Vanellus macropterus) dan Seriwangsa Sangihe (Eutrichomyias rowleyi).

Sebenarnya berbagai upaya telah dilakukan untuk mencegah kepunahan hewan kekayaan Indonesia itu, namun semuanya tampak tidak efektif, akibat maraknya perdagangan illegal hewan-hewan langka itu. Perdagangan burung Nuri Talaud (Eos histrio) atau penduduk setempat menyebutnya “Sampiri”, misalnya, hingga kini terus merajalela. Tak kurang ratusan ekor burung yang berharga tinggi ini diselundupkan ke luar negeri.

Perdagangan burung Nuri Talaud jelas melanggar hukum, karena hewan tersebut termasuk satwa yang dilindungi berdasarkan PP No. 7 tahun1999, serta ketentuan internasional mengingat dalam Appendix I CITES ditegaskan bahwa burung tersebut tidak boleh diperdagangkan antar negara. Nuri Talaud (Sampiri)
Kepulauan Sangihe Talaud (Sulawesi Utara) sebagai salah satu Daerah Burung Endemik di Indonesia (EBA 167), memiliki tak kurang 11 jenis burung endemik selain beberapa spesies endemik lainnya seperti empat spesies mamalia, dua spesies kupu-kupu dan beberapa spesies tumbuhan yang kesemuanya sangat bergantung kepada keberadaan hutan di kepulauan tersebut. Diantara burung-burung endemik tersebut, Nuri Talaud tampak telah mendapat perhatian masyarakat dunia sejak beberapa abad silam. Ini tampak dari adanya burung Nuri Talaud yang sudah diawetkan pada diaroma di Natural History Museum London Inggris.

Sejak tahun 1760, Nuri Talaud secara ilmiah telah ditetapkan sebagai satu jenis tersendiri berdasarkan koleksi yang ada di museum. Dalam sebuah buku yang terbit di tahun 1889, Sidney J Hickson, juga telah menyinggung satwa langka yang ia temui dalam perjalanannya ke Sangihe Talaud di tahun 1885. Hal yang sama, juga dipaparkan oleh Dr. Murray, seorang naturalis yang mengunjungi pulau Miangas, sebagaimana dikisahkan oleh St. G. Mivart dalam bukunya yang terbit tahun 1898. Sesungguhnya, banyak laporan para naturalis yang menyinggung keberadaan burung tersebut. Namun, ironisnya hampir semuanya menunjukkan telah terjadi perdagangan burung Sampiri sebagai komoditas bernilai tinggi.

Larangan memperdagangkan satwa langka pun tampak tak kuasa membendung perdagangan burung nuri, yang tentu dilakukan secara gelap. Menurut keterangan masyarakat setempat, pada tahun 1960-an, selain kopra, pala dan cengkeh, burung nuri menjadi komoditi andalan yang banyak diselundupkan ke Negara Filipina.

Sementara pada tahun 1990-an, penyelundupan burung nuri, menjadi usaha sampingan para nelayan Filipina yang banyak melakukan illegal fishing di perairan Indonesia untuk dipasok ke General Santos Filipina. Maraknya perdagangan gelap itu terjadi tentu akibat lemahnya pengawasan oleh TNI AL, serta pemerintah daerah setempat.

Menurut informasi, perdagangan burung nuri memang menguntungkan. Para nelayan Filipina biasanya membeli dari penduduk dengan harga . Rp. 50.000 – Rp. 100.000 per ekor. Atau bisa juga dilakukan dengan sistem barter, yakni ditukar dengan panci alumunium, penggorengan, sangkur, dan minuman keras (Tanduay, London Gin, dan minuman berakohol lainnya). Sedangkan para nelayan setiba di Filipina akan menjualnya kembali dengan harga yang berlipat-lipat.

Perdagangan nuri talaud (Sampiri) telah menjadi satwa yang dilindungi berdasarkan PP No. 7 tahun1999 pada dasarnya melibatkan banyak orang. Jalinan antara penangkap, penadah, pedagang perantara, dan pedagang besar, telah membentuk jaringan yang menghubungkan Talaud, Jakarta, Filipina dan Singapura.
Nuri Talaud (SAMPIRI)

Sarana perhubungan yang terbatas, ketrampilan masyarakat sangat rendah, ketidak-tahuan masyarakat umum, dan ketidak-mengertian anggota legislatif menjadi faktor pemicu perdagangan Nuri Talaud. Lemahnya pengawasan baik yang dilakukan TNI AL di wilayah perbatasan, kepolisian, dan pemerintah kecamatan di kampung-kampung pesisir menjadi kendala dalam mengurangi tekanan terhadap populasi Nuri Talaud akibat perdagangan illegal. Sementara pemberdayaan hukum yang lemah dan sikap yang korup telah turut melestarikan kegiatan bisnis ilegal ini.

Pemerintah sebenarnya telah berusaha menjaga kelestarian hewan-hewan langka tersebut, antara lain dengan menetapkan kawasan hutan konservasi di Kepulauan Sangihe Talaud. Di pulau Sangir Besar tak kurang sekitar 3,549 ha areal dijadikan Hutan Lindung Sahendaruman sedangkan di Pulau Karakelang sekitar 24,669 ha dijadikan areal Suaka Margasatwa Karakelang dan 9000 ha sebagai areal Hutan Lindung.

Sayangnya, keberadaan hutan konservasi tersebut sangat rentan akibat maraknya perambahan hutan, pencurian kayu, perburuan dan perdagangan satwa liar, serta pencemaran lingkungan.

Pemerintah daerah menyadari arti penting kawasan ini, dan mendukung perlindungan serta keberadaan kawasan-kawasan tersebut. Namun, belum adanya kesepakatan antara masyarakat dan pemerintah berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam serta kejelasan batas kawasan hutan menyebabkan kurang efektifnya perlindungan yang dilakukan pemerintah.

 Referensi :
  • http://ibach77.blogspot.com/2008/06/saat-ini-tak-kurang-119-jenis-burung-di.html
  •  Yayasan Sampiri Kabupaten Kepulauan Sangihe - Talaud

Tidak ada komentar: